Celoteh

Menunggu

By : deen

Ku teguk coklat panas dengan lekat malam ini. Di luar jendela bumi basah oleh gerimis kecil sedari sore tadi. Malam masih panjang namun lelah sudah begitu mengular di badan usai sibuk memilih desain undangan pernikahanku nanti. Waktu tersisa satu bulan lagi. Lelaki pilihan yang akan ku nikahi bernama Bagas, seorang pria yang baru saja ku kenali tiga bulan lalu via sahabatku.

“Sudah saatnya kamu move on Mir, Bagas lelaki baik, dia tidak lagi mencari hubungan ala kadarnya. Dia serius. Dia mencari pendamping hidup. Kau cocok ama dia. Kamu pantas bahagia Mira. Ayolah..” ujar Alin, sahabat Mira sejak kecil sambil menatap dalam-dalam mataku.

Aku mematung saja kala itu. Aku tak kuasa menjawab iya, tapi aku juga merasa sudah sangat lelah dengan dia, lelaki yang berkali-kali berjanji tapi juga berkali-kali ingkar. Terakhir aku bercakap dengannya sekitar 1 tahun 2 bulan lalu, itu pun via chat. Dan kini dia seakan lenyap ditelan bumi. Tak berkabar. Telah kucoba menghubungi ayah ibu-nya. Namun jejakku di keluarganya juga bukan kesan baik. Mereka diam seribu bahasa. Ringgo oh Ringgo..gerangan kemana kau? Apa cukup sampai di sini kisah cinta 7 tahun kita?.

Kembali ku hirup segelas coklatku yang mulai menghangat. Terasa semilir angin malam menyusup ke sela jari-jari kakiku. Kupandangi figura poto di mejaku yang terisi gambar Bagas. Tepat setelah ia melamar, aku langsung mengganti gambar Ringgo dengan Bagas. Pada mata Bagas kutemukan kehangatan seorang lelaki dewasa. Benar kata Alin, Bagas memang lelaki baik. Awal kami berkenalan hingga sekarang dia sungguh paham memperlakukan wanita secara terhormat. Setidaknya mulutnya tidak dipenuhi janji muluk. Aku memang memerlukan Bagas untuk tetap maju melangkah. Namun, aku juga perlu jujur, hatiku tertawan dengan menyedihkan jauh olehnya di sana. Dalam kesunyian seperti ini justru ingatan bersama Ringgo yang menari-nari. Dia serupa dengan uap coklat panas di hadapku. Melayang dan melenakan.

Ku pejamkan mata, lalu meraih sebuah organizer, berderet agenda untuk besok. Pernikahan sudah di depan pelupuk mata. Aku harus tetap realistis dengan kenyataan ke depan.

Ringtone hp ku berbunyi isyarat sebuah sms masuk. Nomor tak dikenali.

-Mira sayang. Apa kabar? Maafkan aku Mir. Tunggu aku, kali ini aku benar-benar akan pulang. Dua hari lagi aku tiba di sana. Ringgo.-

Tak sadar tiba-tiba mug berisi separuh coklat hangatku terjatuh.

Words count : 364

#flashfictiondeen

#TantanganJuliForsen

Leave a comment